Minggu, 07 November 2010

Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme

Diposting oleh Shofiorenza di 05.01 2 komentar
A. Pendahuluan
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang scrasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya mem­bina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama terse but memerlukan kerjasama antar ummat manusia.


B. Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg

C. Tempat Asal Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.

D. Pandangan Rekonstruksionisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, semen tara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualitas murni yang sarna sekali sunyi dan substansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.

E. Pandangan dan Sikap Saya tentang Aliran Rekonstruksionisme

1. Pandangan secara Ontologi
Dengan ontologi, dapat diterangkan tentang bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang mana realita itu ada di mana dan sama di setiap tempat. Untuk mengerti suatu realita beranjak dari suatu yang konkrit dan menuju kearah yang khusus menam pakkan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat dihadapan kita dan ditangkap oleh panca indra manusia seperti bewan dan tumbuhan atau benda lain disekeiling kita, dan realita yang kita ketahui dan kita badapi tidak terlepas dari suatu sistem, selain substansi yang dipunnyai dan tiap-tiap benda tersebut, dan dapat dipilih melalui akal pikiran.
Kemudian, tiap realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak dan berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teknologi). Dengan demikian gerakan tersebut mencakup tujuan dan terarah guna mencapai tujuan masing-masing dengan caranya sendiri dan diakui bahwa tiap realita memiliki perspektif tersendiri.

2. Pandangan Ontologis
Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai. Begitu juga halnya dalam hubungan manusia dengan sesamanya dan alam semesta tidak mungkin melakukan sikap netral, akan tetapi manusia sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang merupakan kecenderungan man usia. Tetapi, secara umum ruang lingkup (scope) ten tang pengertian "nilai" tidak terbatas.
Aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural yakni menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah emanasi (pancaran) yang potensial yang berasaldari dan dipimpin oleh Tuhan dan atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya. Ke­mudian, manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu akan tetap tinggi nilainya bila tidak dikuasai oleh hawa nafsu belaka, karena itu akal mempunyai peran untuk memberi penentuan.
Neo-Thomisme memandang bahwa etika, estetika dan politik sebagai cabang dari filsafat praktis, dalam pengertian tetap berhubungan dan berdasarkan pad a prinsip-prinsip dari praktek-praktek dalam tindakan-tindakan moral, kreasi estetika dan organisasi politik. Karenanya, dalam arti teologis manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yakni bersatu dengan Tuhan, kemudian berpikir rasional. Dalam kaitannya dengan estetika (keindahan), hakikat sesungguhnya ialah Tuhan sendiri. Keindahan yang maujud itu hanyalah keindahan khusus, pancaran un sur keindahan universal yang abadi, maha indah dan Tuhan.
Aristoteles memandang bahwa kebajikan dibedakan menjadi dua macam, yakni kebajikan intelektual dan kebajikan moral, kebajikan moral merupakan suatu kebajikan berdasarkan pembiasaan dan merupakan dasar dari kebajikan intelektual.
Dari gerakan intelektualitas pada abad pertengahan yang mencapai kristalisasi pada abad IX-XIV, memberikan argumentasi rasio tentang eksistensi Tuhan. Alselpus, seorang tokoh utama scholastik, menyatakan bahwa secara kritis realita semesta dapat dipahami dan tidak ada sesuatu di alam nyata ini diluar kekuasaan Tuhan karena semua itu sebagai perwujudan dari kesempurnaannya. Dalam perkembangan selanjutnya, penafsiran yang demikian didukung oleh Thomas Aquinas yang inti pembicaraannya untuk mengetahui realita yang ada yang hams berdasarkan iman dan perkembangan rasional hanya dapat dijawab dan mesti diikuti dengan iman.

3. Pandangan Epistemologis
Kajian epsitemologis aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme (progressive) dan perenialisme. Berpijak dari pola pemikiran bahwa untuk memahami realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan suatu pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karenanya, baik akal maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahun, dan akal di bawa oleh panca indera menjadi pengetahuan dalam yang sesungguhnya.
Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar dari suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada pada diri sendiri, realita dan eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada di dalam pengetahuan ilmu itu sendiri. Sebagai ilustrasi, adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain atas eksistensi Tuhan (self evidence). Kajian tentang kebenaran itu diperlukan suatu pemikiran, metode yang diperlukan guna menuntun agar sampai kepada pemikiran yang hakiki. Penalaran-penalaran memiliki hukum-hukum tersendiri agar dijadikan pegangan ke arah penemuan definisi atau pengertian yang logis.
Ajaran yang dijadikan pedoman berasal dari Aristoteles yang membicarakan dua hal pokok, yakni pikiran (ratio) dan bukti (evidence), dengan jalan pernikirannya adalah silogisme. Silogisme menunjukkan hubungan logis antara premis mayor, premis minor dan kesimpulan (condusion), dengan memakai cara pengambilan kesimpulan deduktif dan induktif.
_________________________________________________________________

A. Latar belakang Aliran rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.

Pada dasarnya aliran rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perenialisme bahwa ada kebutuhan anam mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern sekarang (hendak menyatakan krisis kebudayaan modern), yang sekarang mengalami ketakutan, kebimbangan dan kebingungan. Tetapi aliran rekonstruksionisme tidak sependapat dengan cara dan jalan pemencahan yang ditempuh filsafat perenialisme. Aliran perenialisem memilih jalan kembali ke alam kebudayaan abad pertengahan. Sementara itu alliran rekonstruksionisme berusaha membina suatu konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berusaha mencari kepepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidup manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya, maka melalui lembagai dan proses pendidikan. Rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.

Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.

Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil.tokoh- tokoh aliran rekonstruksionisme yaitu Caroline pratt, George count, dan Harold rugg.

Progresifisme yang dilandasi pemikiran Dewey dikembangkan oleh Kilpatrick dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun mereka tidak sepakat dengan Count dan rugg bahwa sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui pendidikan . aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi atau mengarahkan perubahan (rekonstruksi) pada tatanan sosial saat ini.

Usaha rekonstruksionisme sosial yang diupayakan Brammeld didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris pedesaan kemasyarakat urban yang berteknologi tinggi namun masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.

B. Pandangan rekonstruksionisme dan penerapannya di bidang pendidikan

Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamat dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Oleh karena itu pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.

Aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasasi oleh golongan tertentu. sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturuanan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

George counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya Dare the school build a new sosial order mengemukakan bahwa sekolah akan betul- betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara keseluruhan, dan kesukuan (rasialisme). masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan tantangan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekonstruksi sosial dari pada pendidikan hanya mempertahankan status qua dengan ketidaksamaan-ketidaksamaan dan masalah-masalah yang terpendam di dalamnya.

sekolah harus bersatu dengan kekuatan buruh progresif, wanita, para petani, dan kelompok minoritas untuk mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan. Counts mengkritik pendidikan progresif telah gagal menghasilkan teori kesejahteraan sosial dan mengatakan sekolah dengan pendekatan child centered tidak cocok untuk menentukan pengetahuan dan skill sesuai dalam abad dua puluh.

C. Teori Pendidikan Rekonstruksionisme

  1. Tujuan Pendidikan

1. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.

2. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.

3. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

  1. Metode pendidikan

Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.

  1. Kurikulum

Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.

Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.

Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.

  1. Pelajar

Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.

  1. Pengajar

Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.

Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.

Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:

a. Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.

b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.

c. anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.

d. Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis

e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.

f. meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
___________________________________________________________________

Tempat Asal Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir
didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan
diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang
Pandangan rekonstruksionisme dan penerapannya di bidang pendidikan
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamat dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Oleh karena itu pembinaan kembali daya intelektual dan
spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai
dan norma yang benar demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang sehingga
terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia
yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasasi oleh
golongan tertentu. sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu
meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan
masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturuanan, nasionalisme, agama (kepercayaan)
dan masyarakat bersangkutan.
George counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya Dare the school
build a new sosial order mengemukakan bahwa sekolah akan betul- betul berperan apabila
sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara keseluruhan, dan kesukuan
(rasialisme). masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial
yang besar merupakan tantangan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen
pembaharu dan rekonstruksi sosial dari pada pendidikan hanya mempertahankan status qua
dengan ketidaksamaan-ketidaksamaan dan masalah-masalah yang terpendam di dalamnya.
Sekolah harus bersatu dengan kekuatan buruh progresif, wanita, para petani, dan
kelompok minoritas untuk mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan. Counts
mengkritik pendidikan progresif telah gagal menghasilkan teori kesejahteraan sosial dan
mengatakan sekolah dengan pendekatan child centered tidak cocok untuk menentukan
pengetahuan dan skill sesuai dalam abad dua puluh.

Filsafat Pendidikan Esensialisme

Diposting oleh Shofiorenza di 05.00 0 komentar
A. Pengertian Esensialisme

Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia.

Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Menurut esensialisme pendidikan harus bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya, dan kekuatannya sepanjang masa sehingga nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya / sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang berbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, di dalam telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.

B. Sejarah Lahirnya Aliran Esensialisme

Esensialisme muncul pada zaman Renaissance, ia memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh flexibilitas dimana terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.

Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir esensialisme, karena timbul di zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan ciri modern. Aliran muncul sebagai reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis, abad pertengahan. Maka disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.

C. Dasar Filosofis filsafat Pendidikan Esensialisme

Esensialime dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme, meskipun kaum idealisme dan kaum realisme berbeda pandangan filsafatnya, mereka sepaham bahwa :

a. Hakikat yang mereka anut makna pendidikan bahwa anak harus menggunakan kebebasannya, dan ia memerlukan disiplin orang dewasa untuk membantu dirinya sebelum sendiri dapat mendisiplinkan dirinya.

b. Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi perlu belajar untuk mengembangkan diri setinggi-tingginya dan kesejahteraan sosial.

D. Karakteristik Filsafat Pendidikan Esensialisme

Ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh Welli am.c.Bagley adalah sebagai berikut :

1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam jiwa.

2. Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spesies manusia.

3. Mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa, kebebasan yang sesungguhnya selalu merupakan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan tidak pernah merupakan pemberian.

4. Esensialisme menawarkan teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progressive) memberikan sebuah teori yang lemah.

E. Teori Pendidikan Esensialisme

1. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan esensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, dasar bertahan sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang tepat untuk membentuk unsur-unsur yang inti (esensiliasme), sebuah pendidikan sehingga pendidikan bertujuan mencapai standart akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.

2. Metode pendidikan

a. Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered)

b. Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka harus dipaksa belajar.

c. Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas, penguasaan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca.

3. Pelajar

Siswa adalah mahluk rasional dalam kekuasaan fakta & keterampilan-keterampilan pokok yang siap melakukan latihan-latihan intelektif atau berfikir.

4. Pengajar

1. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi & menguasai kegiatan –kegiatan di kelas.

2. Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawasan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan.

F. Tokoh-Tokoh Esensliasme dan Panangannya

Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama:

1. Johan Amos Cornenius (1592-1670) yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa.

2. Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.

3. William T. Harris (1835-1909) tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.

Tokoh lainnya antara lain:

a. George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)

Mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.

b. George Santayana

Dia memadukan antara aliran idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.
____________________________________________________________________

A. Aliran Esensialisme

Esenssialisme adalah suatu filsafat dalam aliran pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Bagi aliran ini "Education as Cultural Conservation", pendidikan sebagai pemeliharaan kebudayaan karena dalil ini maka aliran esensialisme dianggap para ahli sebagai "Conservatif road to culture, "yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai, tata yang jelas. Pendapat ini dikemukakan oleh Jalaluddin dkk yang dikutip dari pendapat Zuharnini Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak zaman awal peradaban umat manusia, kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh zaman, kondisi dan sejarah kebudayaan demikian ialah esensial yang mampu pula pengembangan hari ini dan masa depan umat manusia.

Dengan artian esensialisme ingjn kembali ke masa dimana nila-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga, yang nilai itu tersimpul dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka kekal.

B. Latar Belakang Munculnya Esensialisme

Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel, pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut "The esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher college," Columbia University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.

Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri yang berbeda dengan pregresivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu

Nilai-nilai memenuhinya adalah yang berasal dari kebudayaan dan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakang.

Kesalahan dari kebudayaan sekarang menurut essensialisme yaitu terletak pada kecenderungan bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak diingini kita sekarang, hanya dapat di atasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, yaitu kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu, dengan demikian kita boleh optimis terhadap masa depan kita dan masa depan kebudayaan umat manusia.

Essensialisme mengadakan protes terhadap progressvisme, namun dalam proses tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan proregssvisme seperti halnya yang dilakukan perenialisme. Ada beberapa aspek dari progresivisme yang secara prinsipil tidak dapat diterimanya. Mereka berpendapat bahwa betul ada hal-hal yang esensial dari pengalaman anak yang memiliki nilai esensial tersebut apabila manusia berpendidikan. Akar filsafat mereka mungkin idealisme, mungkin realisme, namun kebanyakan mereka tidak menolak epistemologi Dewey.

Esensialisme didukung oleh idelisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada, dan juga didukung oleh Realisme yang berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung ada apa dan bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pola pada subjek tersebut.

Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui/ menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan peragaan senang tak senang mengenai nilai tersebut. Menurut Realisme pengetahuan tersebut terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tertentu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut Idealisme, pengetahuan timbul kerena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang masa.

C. Konsep Pendidikan Esensialisme

1. Gerakan Back to Basic

Kaum esensialis mengemukakan bahwa sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis, keterampilan-keterampilan inti kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan penguasaan terhadap keterampilan-keterampilan tersebut.

Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat praktis dan memberi pengajaran yang logis yang mempersiapkan untuk hidup mereka, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial.

2. Tujuan Pendidikan

Tujuannya adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakomulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu yang lama, selain itu tujuan pendidikan esensialisme adalah mempersiapkan manusia untuk hidup, tidak berarti sekolah lepas tangan tetapi sekolah memberi kontribusi bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa, yang pada akhirnya memadai untuk mempersiapkan manusia hidup.

3. Kurikulum

Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subjek matter centered). Pengusaan materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang esensialisme general education (filsafat, matematika, IPA, sejarah, bahasa, seni dan sastra) yang diperlukan dalam hidup belajar dengan tepat berkaitan dengan disiplin tersebut akan mampu mengembangkan pikiran (kemampuan nalar) siswa dan sekaligus membuatnya sadar akan dunia fisik sekitarnya.

D. Peranan Guru dan Sekolah.

Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Selanjutnya mengenai peranan guru banyak persamaan dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan subjek khusus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk digugu dan tiru. Guru merupakan orang yang mengusai pengetahuan, dan kelas berada di bawah pengaruh dan penguasaan guru.

E. Prinsip-prinsip Pendidikan

Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme yaitu:

· Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa.

· Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak-anak, guru disiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas tersebut.

· Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan.

· Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.

· Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.

_________________________________________________________________

Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley (1874-1946), George Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831), Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.

Pandangan Ontologi Essentialisme
1. Sintesa ide idealisme dan realisme tentang hakikat realita berarti essensialisme mengakui adanya realita obyektif di samping pre-determinasi, supernatural dan transcendal.
2. Aliran ini dipengaruhi penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern baik Fisika maupun Biologi. Karena itu realita menurut analisa ilmiah dapat dihayati dan diterima oleh Essensialisme. Jadi, Semesta ini merupakan satu kesatuan yang mekanis, menurut hukum alam obyektif (Kausalitas). Manusia adalah bagian alam semesta dan terlihat, tunduk pada hukum alam.
3. Penapsiran Spiritual atas sejarah. Teori filsafat Heggel yang mensitesakan science dengan religi dalam kosmologi, berarti sebagai interpretasi sepiritual atas sejarah perkembangan realita semesta. Hukum apakah yang mengatur tiap fase perubahan dan tiap peristiwa sejarah, perubahan-perubahan social, dijawab problem itu secara prinsip: “Bahwa sejarah itu adalah pikiran Tuhan – pikiran yang di ekspresikan, dinamika abadi yang merubah dunia, yang mana ia secara sepiritual adalah realitas”.
4. Faham Makrokosmos dan Mikrokosmos. Makrokosmos adalah keseluruhan alam semesta raya dalam suatu deign dan kesatuan menurut teori kosmologi. Mikrokosmos ialah bagian tunggal, suatu fakta yang terpisah dari keseluruhan itu, baik pada tingkat umum, pribadi manusia, ataupun lembaga.

Pandangan Epistemologi Essentialisme
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi Essentialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari realita dirinya sebagai mikrokosmos dalam makrokosmo, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat/kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestaan itu. Dari berdasarkan kualitas itulah dia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang: Ilmu alam, Biologi, Sosial, Estetika, dan Agama.
1. Kontraversi jasmaniah-rohaniah
Perbedaan Idealisme dengan realisme ialah karena yang pertama menganggap bahwa rohaniah adalah kunci kesadaran tentang realita. Manusia hanya mengetahu melalui ide atau rohaniah. Sebaliknya realis berpendapat bahwa kita hanya mengetahui sesuatu realita di dalam dan melalui jasmani
2. Pengetahuan
a. Idealisme
• Kita hanya mengerti rohani kita sendiri. Tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain (Personalisme)
• Menurut Hegel: “Substansi mental tercermin pada hukum logika (Mikrokosmos) dab hukum alam (Makrokosmos). Hukum dialegtika berfikir, berlaku pula hukum perkembangan sejarah dan kebudayaan manusia (Teori Dinamis).
• Saya sebagai finite being (Makhluk terbatas) mengetahui hukum dan kebenaran universal sebagai realisasi resonasi jiwa saya dengan Tuhan. (Teori Absolutisme)
b. Realisme
Realisme dalam pengetahuan sangat dipengaruhi oleh Newton dengan ilmu pengetahuan alamnya, cara menafsirkan manusia dalam realisme adalah:
• Teori Associationisme: Teori ini sangat dipengaruhi oleh filsafat empirisme John Locke, atau ide-ide dan isi jiwa adalah asosiasi unsure-unsur penginderaan dan pengamatan. Penganut teori ini juga menggunakan metode introspeksi yang dipakai oleh kaum idealis (T.H. Green)
• Teori Behaviorisme: Aliran behaviorisme berkesimpulan bahwa perwujudan kehidupan mental tercermin pada tingkah laku.
• Teori Connectionisme: Teori Connectionisme menyatakan semua makhluk hidup, termasuk manusia terbentuk tingkah lakunya oleh pola-pola connections between (Hubungan-hubungan antara) stimulus (S) dan Respone (R).

Pandangan Axiologi Essentialisme
Pandangan ontologi dan epistemologinya amat mempengaruhi pandangan axiology ini. Bagi aliran ini, nilai-nilai, seperti juga kebenaran berakar dalam dan berasal dari sumber objektif. Watak sumber ini dari mana nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme, sebab Essentialisme terbina oleh kedua sayap tersebut.
Teori Nilai
1. Menurut Idealisme
a. Idealisme: “Menurut aliran ini bahwa hukum etika adalah kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik hanya jika ia secara active berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu”.
b. Idealisme Modern: “Idealisme lebih di ungkapkan oleh E. Kant: Bahwa manusia yang baik adalah manusia yang bermoral”.
c. Teori Sosial Idealisme: “Disini E. Kant menekankan akan adanya rasa sosialis, kekluargaan, patriotisme, dan nasionalisme. Yang dimaksud E. Kant adalah adanya kemerdekaan individu agar bisa bersosialisasi dengan manusia lainnya.
d. Teori Estetika: “Bahwa yang disebut nilai adalah suatu keindahan” (E. Kant).
2. Menurut Realisme
a. Etika Determinisme: “Semua unsur semesta, termasuk manusia adalah satu kesatuan dalam satu rantai yang tak berakhir dan dalam kesatuan hukum kausalitas. Seseorang tergantung seluruhnya pada sebab-akibat kodrati itu dan yang menentukan keadaannya sekarang, baik ataupun buruk.
b. Teori Sosial: Teori ini lebih menekankan kepada unsure ekonomi, social, politi dan Negara. Free man (Bertrand Russel). Dan lebih menekankan kepada kehidupan sekarang.
c. Teori Estetika: Menurut paham ini bahwa keindahan itu tidak hanya sesuatu yang bagus, namun ada pula yang buruk.

Prinsip dan karakteristik essensialisme
Aliran filsafat essensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Filsafat ini menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia. Esesensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan Progresisvisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut Esesensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, dan di dalamnya telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip Essensialisme adalah :
1). Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif yang moderen, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.
2). Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilaiyang kukuh, tetap dan stabil
3). Nilai (kebenaran bersifat korespondensi ).berhubungan antara gagasan dengan fakta secara objekjtif.
4). Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksikan humanisme klasik yang berkembang pada zaman renaissance.
Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Esesensialisme, yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam jiwa.
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spesies manusia.
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplinkan diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa, kebebasan yang sesungguhnya selalu merupakan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan, tidak pernah merupakan pemberian.
4) Esesensialisme menawarkan teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah. Apabila terdapat sebuah pertanyaan di masa lampau tentang jenis teori pendidikan yang diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di dunia, maka pertanyaan tersebut tidak ada lagi pada hari ini.

Pandangan Esensialisme di Bidang Pendidikan
1. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar.
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri. Pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:
1. Determinisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
Pada prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah melatih daya jiwa potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorbtion (menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu warisan-warisan sosial yang disusun dalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.
2. Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Menurut Essensialisme: “Kurikulum yang kaya, yang berurutan dan sistematis yang didasarkan pada target yang tidak dapat dikurangi sebagai suatu kesatuan pengetahuan, kecakapan- kacakapan dan sikap yang berlaku di dalam kebudayaaan yang demokratis. Kurikulum dibuat memang sudah didasarkan pada urgensi yang ada di dalam kebudayaan tempat hidup si anak”.
3. Peranan Sekolah menurut Essensialisme
Sekolah berfungsi sebagai pendidik warganegara supaya hidup sesuai dengan prinsip-prinsip dan lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakatnya serta membina kembali tipe dan mengoperkan kebudayaan, warisan sosial, dan membina kemampuan penyesuaian diri individu kepada masyarakatnya dengan menanamkan pengertian tentang fakta-fakta, kecakapan-kecakapan dan ilmu pengetahuan.
4. Penilaian Kebudayaan menurut Essensialisme
Essensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan bahwa lembaga-lembaga dan praktik-praktik kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan kebudayaannya, harus diusahakan melalui pendidikan.

5. Teori Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
b. Metode Pendidikan
1) Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
2) Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu pedagogi yang bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan metode-metode tradisional yang tepat.
3) Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas; dan penguasan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca.
c. Kurikulum
1) Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran akademik yang pokok.
2) Kurikulum Sekolah Dasar ditekankan pada pengembangan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.
3) Kurikulum Sekolah Menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu kealaman, humaniora, serta bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap mata-mata pelajaran tersebut dipandang sebagai suatu dasar utama bagi pendidikan umum yang diperlukan untuk dapat hidup sempurna. Studi yang ketat tentang disiplin tersebut akan dapat mengembangkan kesadaran pelajar, dan pada saat yang sama membuat mereka menyadari dunia fisik yang mengitari mereka. Penguasaan fakta dan konsep-konsep pokok dan disiplin-disiplin yang inti adalah wajib.
d. Pelajar
Siswa adalah makhluk rasional dalam kekuasaan fakta dan keterampilan-keterampilan pokok yang siap melakukan latihan-latihan intelektif atau berpikir. Sekolah bertanggungjawab atas pemberian pelajaran yang logis atau dapat dipercaya. Sekolah berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa.
e. Pengajar
1) Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
2) Guru berperanan sebagai sebuah contoh dalam pengawalan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan-gagasan.

__________________________________________________________________

Teori Belajar Essentialisme
Pada prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah melatih daya jiwa potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorption (menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu dari warisan-warisan sosial yang disusun di dalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.


Kurikulum Essentialisme
Dianggap sebagai miniatur dunia yang oleh guru dan administrator pendidikan itu dipandang sebagai kenyataan benar, dan bernilai/berguna.
Menurut Essensialisme:
“Kurikulum yang kaya, yang berurutan dan sistematis yang didasarkan pada target yang tidak dapat dikurangi sebagai satu kesatuan pengetahuan, kecakapan-kecakapan dan sikap yang berlaku di dalam kebudayaan yang demokratis. Kurikulum dibuat memang sudah ada didasarkan pada urgensi yang ada di dalam kebudayaan tempat hidup si anak”.


Peranan Sekolah Menurut Essensialisme
Semua penganut Essensialisme di Amerika tanpa kecuali percaya dan menganut nili-nilai demokrasi. Demokrasi bagi mereka bukanlah semata-mata proses antara individu dengan masyarakat, antara pendapat tentang nilai sebagai alat atau sebagai tujuan. Melainkan lebih bermakna sebagai suatu susunan atas, lembaga-lembaga yang di warisi dimana pendidikan dan warga negara berkewajiban untuk menjunjung.
Sekolah berfungsi sebagai pendidik warganegara supaya hidup sesuai dengan prinsip-prinsip dan lembaga-lembaga social yang ada didalam masyarakatnya serta membina kembali tipe dan mengoperkan kebudayaan, warisan sosial, dan membina kemampuian penyesuaian diri individu kepada masyarakatnya dengan menanamkan pengertian tentang fakta-fakta, kecakapn-kecakapan dan ilmu pengetahuan.


Penilaian Kebudayaan atas Essentialisme
Essensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan bahwa lembaga-lembaga dan praktek-praktek kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan kebudayaanya, harus diusahakan melalui pendidikan.

K. Sifat Konservative Essensialisme
Sejarah sangat mengenang para tokoh-tokoh essenisalisme atas sumbangannya yang positif dalam filsafat seperti: Locke, Harris, Bagley, Thorndik dalam hal pendidikan. Tokoh Islam yaitu Ibnu Thufail dan Hayy Bin Yaqdhan.

Akibat kebudayaan itu selalu berubah dan berkembang, maka pendidikan harus mampu membina pribadi yang secara inteelgent sanggup menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan (Konservative). Prinsip kebudayaan Essensialisme kembali kepada kebudayaan silam, tidak berart jalan mundur, melainkan dapat ditafsirkan penentangan terhadap sesuatu yang baru, sebagai opponents of novel, ini dapat di artikan sebagai satu sikap konservatif. Kami, pemakalah sangat terharu jika ada seseorang yang berpikiran maju namun conservative dalam kebudayaan lamanya.

Kelemahan Essensialisme
Dengan konservativenya Essensialisme ini berarti merupakan suatu keterlambatan, keterbelakangan cultural. Ini bertentangan dengan proses perkembangan kebudayaan yang dinamis.
Observasi para ahli atas gejala conservative itu di sebabkan adanya 3 hal, yakni:
1. Sikap pemujaan atas social-heterage.
2. Teori Korespodensi dengan akibat-akibatnya (Tidak Kritis).
3. Pusat kepercayaan kepada hukum-hukum alam yang dipraktekan begitu saja ke dalam hukum-hukum kehidupandan kebudayaan

Filsafat Pendidikan Perenialisme

Diposting oleh Shofiorenza di 04.55 0 komentar

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.

Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam
pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik.

Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.


PANDANGAN MENGENAI KENYATAAN
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa reality is universal that is every where and at every moment the same (2:299) realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada di mana saja dan sama di setiap waktu.

Dengan keputusan yang bersifat ontologism kita akan sampai pada pengertian pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian : benda individual, esensi, aksiden dan substansi.

  • Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti batu, kayu,dll
  • Esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsic daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir
  • Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka barang-barang antik
  • Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual.

Menurut Plato, perjalanan suatu benda dalam fisika menerangkan ada 4 kausa.

  • Kausa materialis yaitu bahan yang menjadi susunan sesuatu benda misalnya telor, tepung dan gula untuk roti
  • Kausa formalis yaitu sesuatu dipandang dari formnya, bentuknya atau modelnya, misalnya bulat, gepeng, dll
  • Kausa efisien yaitu gerakan yang digunakan dalam pembuatan sesuatu cepat, lambat atau tergesa tergesa,dll
  • Kausa finalis adalah tujuan atau akhir dari sesuatu. Katakanlah tujuan pembuatan sebuah patung.

PANDANGAN MENGENAI NILAI
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.

Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan.
Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan intelektual. Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran.

Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada dasar dasar teologis, ketuhanan.

PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUAN
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang dimaksud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.

Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut Aristoteles, Prinsip-prinsip itu dapat dirinci menjadi :

  • Principium identitatis, yaitu identitas sesuatu. Contohnya apabila si Bopeng adalah benar รข€“ benar si Bopeng ia todak akan menjadi Si Panut.
  • Principium contradiksionis ( prinsipium kontradiksionis), yaitu hukum kontradiksi (berlawanan). Suatu pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus kebenaran dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu kenyataan yakni benar atau salah.
  • Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak ada kemungkinan ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang berikutnya tidak benar.
  • Principium rationis sufisientis. Prinsip ini pada dasarnya mengetengahkan apabila barang sesuatu dapat diketahui asal muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan atau akibatnya.

Perenialisme mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat.

Science sebagai ilmu pengetahuan
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagai empiriological analysis yakni analisa atas individual things dan peristiwa-peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah.

Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.


Filsafat sebagai pengetahuan
Menurut perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah ilmu metafisika. Sebab, science dengan metode induktif bersifat empiriological analysis (analisa empiris); kebenarannya terbatas, relatif atau kebenarannya probability.

Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat ontological analysis, kebenaran yang dihasilkannya universal, hakiki, dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri, berpangkal pada hukum pertama; bahwa kesimpulannya bersifat mutlak, asasi.

Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa empiris dan analisa ontology keduanya dianggap perenialisme dapat komplementatif. Tetapi filsafat tetap dapat berdiri sendiri dan ditentukan oleh hukum hukum dalam filsafat sendiri, tanpa tergantung kepada ilmu pengetahuan.

1. FILSAFAT PERENIALISME

perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukaan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannyapada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memendang pendidikansebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebuyaan ideal.

  • Pandangan menenai kenyataan

Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama adalah janinan bahwa reality is universal that is every where and at every moment the same (2:299) realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada dimana saja dan sama di setiap waktu.

  • Pandangan mengenai nilai

Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritua, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya.Sedangkan perbuatannya merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.

  • Pandangan mengenai pengetahuan

Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialinme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaiannya antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang dimagsud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.

  • Pandangan tentang pendidikan

Teori atau konsep pendidikan perenialaisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan Filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.

  • Pandangan mengenai belajar

Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori dasar penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir (mental dicipline) Dlah salah satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan.

Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebuoayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme mcmandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern) in terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa lampau.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Setelah perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.

C. Tokoh-tokoh Perenialisme
Gambar 9: AristotelesFilsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Gambar 10: PlatoAsas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).
Jadi aliran perenialisme dipakai untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T Thomas Aquinas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari lingkungan agama Katholik atau diluarnya.

D. Pandangan Perenialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui rulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:

1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lamp au yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.

2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya­karya tokoi1 terse but untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli terse­but dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat pereni­alisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. ladi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tug as pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis.
Dari ungkapan yang diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, diharapkan tiap individu itl! terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.

E. Pandangan dan Sikap Saya tentang Aliran Perenialisme
1. Pandangan secara Ontologi
Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individuIl, esensi, aksiden dan substansi. Perennialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini. Benda individual disini adalah bend a sebagaimana nampak diha­dapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indera seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial, misalnya orang suka bermain sepatu roda, atau suka berpakaian bagus, sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya partikular dan uni versal, ma­terial dan spiritual.
Jadi segala yang ada di alam semesta ini seperti halnya manusia, batu bangunan dasar, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya mem­pakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada, tidak hanya merupakan kambinasi antara zat atau bend a tapi merupakan unsur patensiaJitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang diutarakan aleh Aristateles tetapi ia juga merupakan sesuatu yang datang bersama-sama dari sesuatu "apa" yang terkandung dalam inti (essence) dan potensialitas dengan tindakan untuk "berada" yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang diungkapkan oleh ST. Thomas Aquinas.
Uraian di atas sejalan dengan apa yang dikatakan I.R Poedjawijatna bahwa esensi dari pada kenyataan itu adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari patensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah patensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Misalnya meskipun manusia dalam hidupnya jarang dikuasai oleh sifat eksistensi kemanusiaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauan­nya, Schula ini dapat dikurangi. Hal-hal yang bersifat partikular yang merintangi kehidupan dapat diatasi. Maka dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini manusia dapat makin mendekatkan diri kepada gerak yang tanpa gerak itu, ialah tujuan dan bentuk terakhir dari segalanya.
Jadi dengan demikian bahwa segala yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila dihubungkan dengan manusia maka manusia itu adalah patensialitas yang di dalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak untuk menuju tujuan (teleologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu sendiri dan merupakan tujuan akhir.

2. Pandangan Epistemologis Perennialisme
Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa penge­tahuan itu inerupakan hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang konsekuen.
Menurut perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisa empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak asasi.

3. Pandangan Aksiologi Perennialisme
Perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Dengan azas seperti itu, tidak hanya ontologi dan epistemologi yang didasarkan atas prinsip teologi dan supernatural, melainkan juga aksiologi. Khususnya dalam tingkah laku manusia, maka manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping itu adapula kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik.
Masalah nilai itu merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia berdasarkan pada azas-azas supernatural yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah pada jiwanya. Oleh karena itulah hakekat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran itu bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itu ialah yang bersesuaian dengan sifat rasional seorang manusia, karena manusia itu secara alamiah condong kepada kebaikan.
Jadi manusia sebagai subyek dalam bertingkah laku, telah memiliki potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping adapula kecenderungan-kecenderunngan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kodrat wujud manusia yang pertama-tama adaJah lercermm dari jlwa dan pikirannya yang disebut dengan kekuataJl potensial yang membimbing tindakan manusia menuju pada Tuhan at au menjauhi Tuhan, dengan kata lain melakukan kebaikan atau kejahatan, Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.
Dalam bidang pendidikan perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya, seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran, Pendidikan hendaknya berorientasi pada p~tensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.
Dengan demikian jelaslah bahwa perenialisme itu rnenghendaki agar pendidikan disesuaikan dengan keadaan manusia yang mempunyai nafsu, kemauan dan pikiran sebagaimana yang dimiliki secara kodrat. Dengan memperhatikan hal ini, maka pendidikan yang berorientasi pada potensi dan masyarakat akan dapat terpenuhi.
Ide-ide Plato ini kemudian dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekatkan kepada dunia kenyataan, Bagi Aristoteles tujuan pendidikan adalah "kehahagiaan". Untuk mencapai pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelek harus di kembangkan secara seimbang. Sejalan dengan uraian di atas, Zuhairini Arikunto juga berpendapat dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, mengatakan tujuan pendi­dikan yang dikehendaki oleh Thomas Aquinas ialah sebagai usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif dan nyata, Oalam hal ini peranan guru adalah mengajar dan memberikan bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.
Menurut Robert Hutchkins bahwa manusia adalah animal rasionale, maka tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi supaya anak didik dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup itu sendiri. Oleh karenanya tujuan pendidikan di sekolah perlu sejalan dengan pandangan dasar di atas, mempertinggi kemampuan anak untuk memiliki akal sehat.
Dapatlah disimpulkan bahwa tujuan dari pada pendidikan yang hendak dicapai oleh para ahli tersebut di atas adalah untuk mewujudkan agar anak didik dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri. Jadi dengan akalnya dikembangkan maka dapat mempertinggi kemam­puan akal pikirannya. Dari prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut maka perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pebagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi.

a. Manusia adalah Hewan Rasional
Sebagaimana ditulis sebelumnya, kalangan perenialis menilai manusia secara umum mempunyai kesamaan dengan dunia hewan dalam hal keinginan, kesenangan dan tugas kerja. Sebagai contoh, anjing-anjing merasa senang mengendarai mobil, dapat membawa muatan dan bentuk kerja lainnya, dan menyukai makanan yang disiapkan untuk manusia. Dalam pengertian semacam ini, manusia dan hewan banyak mempunyai kesamaan. Hal yang membut berbeda adalah kenyataan, bahwa dari seluruh jenis hewan, hanya manusialah yang mempunyai kecerdasan rasional. Ini adalah karakteristik manusia yang paling berharga dan unik. Aristoteles beranggapan bahw manusia adalah hewan rasional, dan kalangan perenialis senada dalam hal ini. Dengan demikian, pandangan mereka tentang pendidikan amat mengutamakan pada pendidikan sisi rasional manusia. Hutchins menuliskan, bahwa “adalah suatu hal esensial untuk menjadi manusia dan suatu hal esensial pula belajar mempergunakan akal pikiran.” Setelah seseorang mengembangkan akal pikirnya, ia akan dapat menggunakan nalarnya untuk mengontrol nafsu dan syahwatnya.

b. Hakikat (Watak) Dasar Manusia secara Universitas Tak Berubah; Oleh Karena
itu, Pendidikan Harus sama untuk Setiap Orang.

Salah satu kenyataan penting hakikat rasional ini ada pada seluruh manusia di sepanjang penggal sejarahnya. Jika manusia adalah hewan rasional dan jika orang-orang itu sama dalam hal ini, maka itu berarti bahwa semua orang harus mendapatkan pendidikan yang sama. Terkait masalah ini, Hutchins menuliskan :
Setiap manusia memiliki fungsi sebagai manusia. Fungsi sebagai warga negara atau sebagai subjek mungkin beragam dan satu masyarakat ke masyarakat lain, dan sistem pelatihan, adaptasi, pengajaran atau mempertemukan kebutuhan-kebutuhan jangka pendek mungkin bisa beragam. Namun, fungsi sebagai manusia adalah sama dalam setiap kurun dan sebagai manusia adalah sama dalam setiap kurun dan setiap masyarakat, karena ia akibat dari hakikat dasarnya sebagai manusia. Tujuan sebuah sistem pendidikan adalah sama dalam setiap kurun dan setiap masyarakat di mana sistem tadi berada, yaitu mengembangkan manusia sebagai manusia”.

c. Pengetahuan Secara Universal Tak Berubah; Karena Itu, Ada materi Kajian
Dasar Tertentu yang Harus Diajarkan pada Semua Orang.

Jika pengetahuan tidak sama di segala tempat, maka orang-orang terpelajar tidak akan bisa setuju tentang sesuatu pun. Individu-individu mungkin mempunyai pendapat-pendapat yang berbeda, akan tetapi ketika mereka setuju suatu pendapat jadilah sebagia pengetahuan. Sistem pendidikan harus berkaitan dengan pengetahuan, bukan pendapat, karena pengetahuan mengarahkan orang pada kebenaran abadi dan meperkenalkan subjek didik tentang keajegan-keajegan dunia. Hutchis menandaskan keseragaman kurikulum pendidikan dalam edukasi berikut : “Pendidikan menyiratkan pengajaran. Pengajaran menyiratkan pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran dimana pun sama. Sama karena itu, pendidikan di manapun harus sama.
Pendidikan, menurut kalangan perenialis yang berlawanan dengan kalangan progresif, “janganlah menyesuaikan individu dengan dunia, akan tetapi lebih pada menyesuaikannya dengan kebenaran”. Kurikulum janganlah memusatkan pada kepentingan jangka pendek subjek didik, sesuatu yang sesat tampak penting atau apa yang menarik bagi masyarakat tertentu dalam waktu dan tempat yang sangat spesifik. Fungsi pendidikan bukanlah pelatihan vokasional atau profesional. Sekolah harus memusatkan pada pendidikan intelek untuk menyerap dan memahami kebenarna-kebenaran abadi an essensial yang menghubungkan peran manusia dalam kehidupan masyarakat. Pengetahuan dasar semacam ini akan membantu orang memahami satu sama lain dan akan membekali mereka secara lebih baik untuk berkomunikasi dan membangun sebuah tatanan sosial yang lebih memuaskan.

d. Materi Kajian, Bukan Subjek Didik, Harus Berada pada Inti Usaha Serius
Kependidikan

Sebagian banyak kalangan perenialis setuju bahwa jika sistem pendidikan adalah untuk memperkenalkan subjek didik dengan kebenaran abadi; ia harus mempunyai sebuah kurikulum yang menekankan pada bahasa, sejarah, matematika, ilmu alam, filsafat, dan seni.
Hal utama pembelajaran dalam perenialisme terletak pada aktivitas-aktivitas yang didesain untuk mendisiplinkan akal pikir. Latihan mental yang sulit termasuk membaca, menulis, drill, menghafal, dan menghitung adalah hal penting dalam pelatihan dan pendisiplinan intelek. Belajar untuk menalar juga hal penting, dan karena itu latihan-latihan dalam tata bahasa, logika, dan retorika dianggap aktivitas-aktivitas yang berguna. Tugas-tugas semacam itu mungkin agak tidak disukai oleh rata-rata subjek didik, namun hal ini amat berguna karena kemauan dikembangkan seraya subjek didik tekun bergelur dengan tugas-tugas intelektual yang berat. Pendisplinan mental ruangan kelas yang dipaksakan dari luar membantu anak menginternalisasi daya kemauan yang nantinya akan diperlukan sewaktu ia menghadapi tugas-tugas sulit dalam kehidupan dewasa di mana tak ada lagi 'pemaksa' yang mendorongnya untuk merampungkan tugas-tugas yang tidak menyenangkan.
e. Karya-karya Besar Masa Lampau adalah Sebuah “Gudang” Pengetahuan dan
Kebijaksanaan yang Telah Teruji Waktu dan Relevan dengan Masa Kita

Program (pengajaran) karya-karya besar yang berkaitan dengan Hutchins, Adler, dan St. John's College adalah terobosan yang menjadikan perenialisme mendapatkan publisitas yang luas, sungguhpun tidak semua tokoh terkemuka dalam pergerakan ini mendukung program tersebut. Mereka yang mendukung pendekatan (pengajaran) karya-karya besar menandaskan bahwa pengkajian karya-karya para pemikir terkemuka adalah sarana terbaik untuk sampai pada 'persentuhan' dengan gagasan-gagasan besar manusia, dan karenanya sarana yang paling handal untuk mengembangkan kecerdasan intelek.
Kebesaran sebuah buku terletak pada statusnya sebagai buku klasik. Sebuah buku klasik adalah karya yang relevan bagi tiap kurun dan karena itu berda di atas karya-karya manusia pada umumnya. Karya-karya yang pantas masuk ke dalam kategori ini adalah karya-karya yang telah teruji oleh perjalanan waktu. Karena karya-karya buku semacam itu telah diakui bernilai dalam lintas abad, budaya dan peradaban, maka mereka tentunya berisi 'seabrek' kebenaran. Jika asumsi ini benar, tutur kalangan perenialis, maka pengkajian terhadap mereka merupakan keharusan. Adler menuliskan bahwa pembacaan karya-karya besar bukanlah untuk tujuan-tujuan 'mengoleksi' hal-hal kuno; kepentingannya tidaklah bersifat arkeologis atau filologis .. Karya-karya semacam itu dibaca lebih karena mereka sejalan dengan tuntutan masa kini seperti halnya waktu ditulis dulu, dan karena persoalan-persoalan yang diungkap dan gagasan-gagasan yang dimuat tidak tunduk pada hukum kemajuan yang tiada ujung.
Adanya penekanan pada pembacaan karya-karya besar yang asli berlawanan dengan tradisi esensialis dalam pendidikan yang menonjolkan buku teks sebagai car utama untuk mengalihkan materi kajian yang terorganisir. Hutchins menegaskan bahwa, “buku-buku teks kiranya telah banyak memerosotkan kecerdasan bangsa Amerika. Jika subjek didik harus tahu tentang Cicero, Milton, Galileo atau Adam Smith, mengapa ia tidak harus (juga) membaca karya-karya mereka.
Kalangan perenialis yang kurang menyukai program (pengajaran) karya-karya besar menegaskan bahwa sumber-sumber gagasan besar kontemporer dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan. Namun, mereka melihat perlunya subjek didik secara langsung bergumul dengan pemikir-pemikir besar daripada dengan bahan 'matang' yang termuat dalam buku-buku teks.

f. Pengalaman Pendidikan adalah (lebih dari) Sebuah Persiapan untuk Hidup
daripada Sebuah Kondisi Kehidupan yang Riil
Sekolah dasarnya adalah sebuah tatanan arti fisial (buatan) di mana intelek-intelek yang belum matang berkenalan dengan capaian-capaian terbesar manusia. Sekolah, seperti pandangan progresif, bukanlah miniatur dari masyarakat yang lebih luas. Kehidupan manusia, dalam pengertian utuhnya, dapat dijalani hanya setelah aspek rasional manusia dikembangkan. Sekolah adalah sebuah institusi khusus yang berupaya mencapai misi yang amat penting ini. Sekolah tidak terlalu berkepentingan dengan persoalan semacam pekerjaan, hiburan, dan rekreasi manusia. Hal-hal ini mempunyai tempat dalam kehidupan manusia, akan tetapi berada di luar lingkup aktivitas pendidikan.

 

Shofiorenza Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting